Media Sosial Jadi Faktor Gen Z dan Milenial Jadi Generasi Paling ‘Depresi’

- 10 Oktober 2022, 21:47 WIB
Pengaruh media sosial bagi kesehatan mental.
Pengaruh media sosial bagi kesehatan mental. /Earth.com

PORTAL KALTENG – Media sosial disebut menjadi faktor penting penyebab generasi Z dan generasi milenial menderita gangguan kesehatan mental paling banyak dibanding generasi lain.

Dalam laman Universitas Alberta, ada pernyataan bahwa 35% mahasiswa akan mengalami serangan panik karena stres pada saat tertentu. Penasihat kesehatan mental di kampus juga mengatakan permintaan bantuan untuk kecemasan dan depresi meningkat tajam.

Ada sebuah tesis yang menulis bahwa Gen Z dan milenial lebih dimanjakan oleh orang tua mereka, diizinkan untuk menghindari tanggung jawab dan kemandirian yang menumbuhkan sebuah ketahanan mental.

Baca juga: Hari Kesehatan Mental: Mengenal Bipolar, Penyakit Mental yang Paling Banyak Diderita Generasi Milenial

Baca juga: Gen Z dan Milenial Jadi Generasi Paling Banyak Derita Gangguan Kesehatan Mental, Apa Kalian Salah Satunya?

Akan tetapi, sosiolog Universitas Alberta, Lisa Strohschein, mengatakan bahwa kaum muda memang memiliki masa yang lebih sulit daripada generasi sebelumnya, terutama dalam hal prospek pekerjaan.

"Generasi milenial mengalami Resesi Hebat pada tahun 2008, [hingga] akhirnya harus mengambil pekerjaan yang tidak mengarah ke mana pun, dan itu terus berlanjut hingga hari ini.... Jika kalian punya pekerjaan buntu, [kalian] pasti stress,”

Generasi milenial akhir dan Gen Z juga menunda banyak tonggak kedewasaan generasi sebelumnya. "Mereka tidak memiliki rumah, mereka tidak menjalin hubungan, mereka tidak menikah. Mereka tinggal di ruang bawah tanah rumah orang tua mereka. Ada berbagai macam hal yang telah menggagalkan upaya mereka untuk maju,”

"Generasi ini secara keseluruhan termasuk yang paling terdidik yang pernah ada, tetapi jalan menuju suksesnya juga kurang jelas."

Sifat pekerjaan itu sendiri juga lebih menegangkan dan kompetitif, membuat kaum muda hanya memiliki sedikit waktu luang, kata Sheena Abar-Iyamu, koordinator pekerjaan sosial masyarakat di Student Services Universitas Alberta.

Baca juga: Akankah Serangan Nuklir Rusia Berpotensi Menyebabkan Kiamat?

Di saat yang sama, generasi milenial dan Gen Z jauh lebih sadar akan masalah kesehatan mental dan lebih mampu mengartikulasikannya daripada orang tua mereka, kata Sarah Flower, manajer promosi kesehatan untuk Layanan Sumber Daya Manusia Universitas Alberta.

Akan tetapi, stigma tetap ada. Menurut studi dari Mind Share Partners, kaum muda mungkin lebih sadar akan apa yang sebenarnya sedang mereka alami, namun enggan membicarakannya di tempat kerja.

Sementara tantangan masa dewasa mungkin lebih besar saat ini, Flower menduga penurunan ketahanan mental juga dapat berkontribusi pada peningkatan tingkat kecemasan di kalangan anak muda.

Pada generasi yang lebih tua, sangat jelas ada “pemenang dan pecundang”. Sekarang, kita tidak mengizinkan banyak kompetisi.

"Kami tidak menyukai kegagalan, tetapi kegagalan adalah salah satu aset terbesar yang bisa kita pelajari. Kegagalan mengajarkan kita untuk bangkit dan tidak membuat kesalahan yang sama untuk kedua kali," ujar Flower.

Baca juga: Siapa yang Menjadi ‘Guru’ dari Guru Pertama di Dunia?

Para siswa masa kini juga cenderung mundur bahkan dari kritik yang membangun. Untuk alasan apa pun, baik generasi milenial dan Gen Z lambat untuk merangkul kedewasaan dengan antusias, bersama dengan kemandirian yang dulunya menarik bagi para remaja.

"Dewasa" saat ini telah menjadi kata kerja, seolah-olah seseorang memiliki pilihan dalam hal ini. Contohnya, mengemudi. Semakin banyak anak muda yang tidak memiliki SIM akhir-akhir ini karena mereka terbiasa diantar oleh orang tua mereka.

Akan tetapi, seperti kebanyakan generalisasi, ada kontradiksi dalam profil generasi. Generasi milenial cenderung berpikiran terbuka, sadar lingkungan, memiliki keyakinan bahwa mereka dapat membuat perbedaan positif di dunia, dan suka mencari pengalaman baru.

Selanjutnya, menurut Jean Twenge, seorang profesor psikologi di San Diego State University, media sosial menjadi faktor penting lainnya yang mempengaruhi kecemasan yang melanda Gen Z.

Dalam sebuah artikel di The Atlantic yang berjudul "Have Smartphones Destroyed a Generation?", ia berpendapat bahwa smartphone telah secara radikal mengubah sifat interaksi sosial, dan akibatnya kesehatan mental.

Baca juga: Mengapa Orang Memakai Baju Hitam Saat Berkabung?

 

Memperhatikan bahwa tingkat depresi dan bunuh diri remaja telah meroket sejak tahun 2011, ia mengklaim bahwa tidak berlebihan untuk menggambarkan iGen (istilah alternatif untuk Gen Z) sebagai generasi yang berada di ambang krisis kesehatan mental terburuk dalam beberapa dekade. Sebagian besar kerusakan ini dapat ditelusuri dari ponsel mereka.

"Remaja iGen memiliki lebih banyak waktu luang daripada remaja Gen X, bukan kurang," tulisnya. "Jadi apa yang mereka lakukan dengan semua waktu itu? Mereka berinteraksi lewat telepon, di kamar, sendirian, dan lama kelamaan tertekan."

Sebuah survei dari National Institute on Drug Abuse juga menunjukkan bahwa remaja yang menghabiskan lebih banyak waktu untuk beraktivitas di media sosial, sekitar empat jam di AS dan tiga jam di Kanada, cenderung untuk tidak bahagia.

"(Para kaum muda) jauh lebih terhubung dengan orang-orang di luar Kanada dan lingkungan lokal mereka sendiri, atau terhubung secara virtual," kata Strohschein. "Sisi negatifnya adalah mereka terisolasi secara sosial di komunitas lokal mereka."

Isolasi itu mungkin secara serius menghambat kepercayaan diri sosial mereka. Pada akhirnya, kedua generasi mungkin akan baik-baik saja, kecemasan yang tidak proporsional tidak lebih dari gejala yang tak terelakkan dari pergeseran budaya dan teknologi seismik.

Editor: Reni Nurari

Sumber: University of Alberta


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x