- Faktor risiko
Sebuah studi pada tahun 2018 mencatat bahwa infeksi T. gondii selama kehamilan bisa menjadi faktor risiko potensial bagi bayi yang kemudian mengembangkan gangguan bipolar. Namun, diperlukan lebih banyak penelitian terkait hal ini.
Trauma masa kanak-kanak mungkin merupakan faktor risiko untuk kondisi kesehatan mental yang terjadi di kemudian hari, termasuk gangguan bipolar.
Stres dan peristiwa kehidupan yang traumatis, seperti kehilangan anak, perceraian, kematian dalam keluarga, atau pengangguran, bisa mempengaruhi timbulnya gangguan bipolar.
- Gangguan terkait
Studi pada tahun 2018 juga menggambarkan bagaimana gangguan bipolar terkait dengan banyak gangguan lainnya. Namun karena gangguan tersebut saling terkait, bukan berarti satu gangguan menyebabkan gangguan lainnya.
Gangguan bipolar dapat terkait dengan:
- gangguan penggunaan zat
- sindrom iritasi usus besar (IBS)
- asma
- obesitas
- migraine
- cedera kepala
- gangguan kecemasan
- gangguan hiperaktif defisit perhatian (ADHD)
Baca juga: 13 Orang Tewas dalam Serangan Rusia ke Zaporizhzhia
Terkadang, orang dengan gangguan bipolar salah didiagnosis dengan kondisi kesehatan mental lainnya, seperti skizofrenia atau gangguan kepribadian borderline.
Bagi seorang petugas kesehatan profesional yang mendiagnosis gangguan bipolar, seseorang harus memiliki setidaknya satu episode manik yang berlangsung paling tidak 1 minggu dan satu episode depresi yang berlangsung lebih dari 2 minggu.
Meskipun sulit untuk mengidentifikasi beberapa gejala gangguan bipolar, perubahan perilaku yang ekstrem dapat menjadi tanda yang jelas. Misalnya:
- mengambil risiko fisik yang ekstrem
- membelanjakan uang dalam jumlah besar secara impulsif
- menunjukkan perilaku berbahaya
- bertindak tak mau kalah
- gemetar atau gelisah
- tidak tidur sama sekali atau tidur sepanjang waktu
- isolasi yang ekstrem
Seperti banyak gangguan kesehatan mental lainnya, seseorang dapat mengobati gangguan bipolar melalui kombinasi terapi yang meliputi: