PORTAL KALTENG – sejarah mencatat Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) terhadap penghinaan Presiden dan Wakil Presiden akan disahkan.
Perjalanan Panjang Pengesahan RKUHP ini akan memberi kepastian bahwa barang siapa yang menghina Presiden dan Wakil Presiden bisa menghadapi tuntutan hukum.
RUU yang mengatur tuntutan hukum terhadap penghina Presiden dan Wakil Presiden bisa dikenai kurungan penjara selama 4 tahun dan denda maksimal Rp. 200 Juta Rupiah.
Baca Juga: Relawan Jokowi Adakan Pertemuan di Stadion Kamal Junaidi Jepara, Apa Tujuan di balik Pertemuan Itu?
Bagaimana sejarah perjalanan RUU KUHP penghinaan terhadap Presiden dan Wakil Presiden ini sejak semula hingga kini.
Sejak awalnya perjalanan pasal penghinaan Presiden, merupakan warisan pemerintahan kolonial Belanda.
Belanda yang memberlakukan hukum pidana tertulis dengan asas konkordasi dengan dasar UU yang digunakan adalah Wetboek van Strafrecht Stadblad 1915 No 732.
Namun sejak kehadiran jepang, kala peralihan kekuasaan tepatnya 8 Maret 1942, Undang- undang tersebut sudah tidak dipakai.
Baca Juga: Sejarah Lahirnya Hari Ayah Nasional dan Latar Belakang nya
Setelah Indonesia merdeka berdasar UU No 1 tahun 1946 jo UU No 73 Tahun 1958. Wetboek van Strafrecht Stadblad 1915 No 732 kembali diberlakukan.
Pasal RKUHP Penghinaan Presiden ini akhirnya di batalkan oleh MK setelah dilakukan uji materi pada 2006 lalu.
MK menganggap RUU tersebut tidak bisa mengikuti perkembangan pemikiran atau ide dan aspirasi tuntutan atau kebutuhan masyarakat baik nasional maupun internasional.
Keputusan yang mendapatkan respon positif dari Lembaga HAM dunia yang menganggap Indonesia lebih baik dari beberapa negara Eropa seperti Belanda, Belgia, dan Swedia yang masih menerapkannya.
Namun wacana yang dimunculkan Kembali di era kepemimpinan Presiden Joko Widodo ini sempat Kembali menuai kritik.
Kala itu Joko Widodo menyatakan RUU Pasal Penghinaan Presiden dan Wakil Presiden bertujuan untuk melindungi simbol negara.
Bunyi rancangan Undang-undang yang menimbulkan kekhawatiran banyak pihak tersebut tertuang dalam pasal 263 RUUKUHP ayat 1
“Setiap orang yang di muka umum menghina Presiden atau Wakil Presiden dipidana dengan penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak Kategori IV”.
Kemudian ayat 1 yang disebutkan bahwa Pada ayat selanjutnya ditambahkan, “tidak merupakan penghinaan jika perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) jelas dilakukan untuk kepentingan umum atau pembelaan diri”.
Lahirnya Pasal penghinaan terhadap Presiden dan Wakil Presiden ini dianggap sebagian masyarakat dan pengamat sebagai sebuah kemunduran demokrasi.
Banyak yang beranggapan, tidak perlu UU penghinaan tersebut ditambahkan lagi, mengingat UU terkait Simbol Negara telah diatur dalam Pasal 36 A Undang-Undang Dasar 1945 secara khusus.
Dijelaskan Lambang negara yang diatur dalam konstitusi adalah Garuda Pancasila dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika, dan bukan Presiden-Wakil Presiden.
Demikian sejarah singkat perjalanan Rancangan Undang-undang dengan Pasal Penghinaan terhadap Presiden dan Wakil Presiden terjadi hingga kini.***