Menakar Sebut Upah Minimun di Indonesia Terlalu Tinggi dan Kebanyakan Hari Libur

- 20 November 2021, 15:12 WIB

PORTALKALTENG - Menter Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah menyebut upah minimum di Indonesia terlalu tinggi sehingga sulit dijangkau oleh pengusaha.

"Karena kondisi upah minimum yang terlalu tinggi tersebut menyebabkan sebagian besar pengusaha tidak mampu menjangkaunya dan akan berdampak negatif terhadap implementasinya di lapangan," ujar Menaker Ida dalam siaran persnya, Rabu, 17 November 2021.

Pernyataan Menaker Ida itu pun mendapat kritik dari berbagai pihak, termasuk Wakil Ketua Komisi IX DPR RI dari Fraksi PKS, Anshori Siregar yang menyebut seorang menteri seharusnya berempati dengan kondisi buruh.

Baca Juga: Jepang Upayakan Perpanjang Masa Tinggal Warga Afganistan yang Kabur Dari Kekuasan Taliban

"Saya menyayangkan Ibu Menteri membuat pernyataan yang menurut saya tidak patut tersebut. Seharusnya seorang Menteri berempati dengan kondisi buruh Indonesia yang semakin hari kondisinya semakin terbebani dengan berbagai kebutuhan hidup yang terus meningkat," kata Anshori dalam keterangannya, 18 November 2021.

Staf Khusus Menaker, Dita Indah Sari kemudian menjelaskan pernyataan Menaker Ida Fauziyah yang menyebutkan upah minimum terlalu tinggi komparasi atau pembandingannya adalah nilai produktivitas tenaga kerja di Indonesia.

"Jadi begini, ketika Ibu (Menaker) mengatakan upah minimum yang ada ketinggian, itu bukan menganggap bahwa pekerja itu sah pekerja mendapatkan upah lebih rendah. Ketinggian itu, komparasinya kalau dilihat dari nilai produktivitas, produktivitas kan kemampuan kita bekerja efektif dan efisien," ujar Dita, dikutip dari Instagram @kemnaker, Sabtu, 20 November 2021.

Baca Juga: Muncul Seruan Bubarkan MUI, Mahfud MD : kedudukan MUI itu sangat kuat, jadi tidak sembarang dibubarkan

Dita menyebutkan nilai produktivitas tenaga kerja di Indonesia sebetulnya masih cenderung rendah dibandingkan dengan upahnya. Dia mengatakan nilai efektivitas tenaga kerja di Indonesia itu masuk ke dalam urutan ke 13 di Asia.

"Baik jam kerjanya, maupun tenaga kerjanya, ini umum secara nasional. Komparasinya ketinggian itu dengan itu, bukan berarti semua orang layak dikasih gaji kecil," tutur Dita.

Datanya, menurut Dita dari sisi jam kerja saja, di Indonesia sudah terlalu banyak hari libur bagi pekerja. Bila dibandingkan dengan negara Asia Tenggara saja, jumlah hari libur di Indonesia masih terlalu banyak.

Dengan semakin sedikitnya jam kerja, menurut Dita, output atau hasil kerja yang dilakukan tenaga kerja di Indonesia pun menjadi minim. Otomatis nilai produktivitas pun jadi rendah.

"Komparasinya itu di situ, karena nilai jam kerja jadi lebih sedikit, makanya upah itu ketinggian nggak sesuai dengan produktivitas jam kerja dan efektivitas tenaga kerja," papar Dita.

Baca Juga: Gubernur Kalteng H. Sugianto Sabran Sambangi Masyarakat yang Terdampak Banjir

Selain itu, bila bicara nominalnya, Dita juga mengatakan upah minimum di Indonesia terlalu ketinggian.

Staf Khusus Menaker, Dita Indah Sari kemudian menjelaskan pernyataan Menaker Ida Fauziyah
Staf Khusus Menaker, Dita Indah Sari kemudian menjelaskan pernyataan Menaker Ida Fauziyah

Di Thailand dengan nilai produktivitas 30,9 poin upah minimumnya mencapai Rp 4.104.475, upah minimum itu diberlakukan di Phuket. Sementara itu di Indonesia, dengan upah minimum di Jakarta mencapai Rp 4.453.724, padahal nilai produktivitasnya cuma mencapai 23,9 poin saja.

Sebagai informasi upah minimum Jakarta yang dimaksud adalah simulasi terakhir dari Kemnaker dan BPS upah minimum di tahun 2022.

Dalam simulasi itu upah minimum naik 1,09% secara nasional, Jakarta menjadi provinsi dengan upah minimum tertinggi.***

Artikel ini telah di Pikiran-Rakyat.com dengan judul Upah Minimum Indonesia Ketinggian, Menaker Sebut Terlalu Banyak Hari Libur Bagi Pekerja

Editor: Hendrikus Sismanto Jueldis Imban

Sumber: Pikiran Rakyat


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah