Serang Masjid dan Tewaskan 51 Orang, Teroris Ini Ajukan Banding Setelah Divonis Penjara Seumur Hidup

- 8 November 2022, 14:17 WIB
Brenton Tarrant, pelaku penembakan massal 51 orang di dua masjid di Christchurch, Selandia Baru.
Brenton Tarrant, pelaku penembakan massal 51 orang di dua masjid di Christchurch, Selandia Baru. /John Kirk-Anderson/Pool

PORTAL KALTENG – Brenton Tarrant, teroris yang menewaskan 51 orang dalam penyerangan dua masjid di Selandia Baru pada tahun 2019, telah mengajukan banding atas vonis dan hukumannya.

Tarrant dijatuhi hukuman penjara seumur hidup tanpa pembebasan bersyarat setelah mengaku bersalah pada Maret 2020 atas 51 tuduhan pembunuhan, 40 tuduhan percobaan pembunuhan, dan tuduhan terorisme.

Pria 32 tahun itu melakukan serangan teroris terburuk yang pernah terjadi di Selandia Baru, menewaskan 43 orang di Masjid Al Noor dan tujuh orang lainnya di Linwood Islamic Centre saat sholat Jumat.

Baca Juga: Krisis Iklim: PBB Akui 8 Tahun Terakhir Bumi Makin Panas, Bahaya Menanti

Baca Juga: Tiga Petugas Damkar Tewas Akibat Crane Roboh di Qatar, Petugas: Tak Ada Kaitan dengan Persiapan Piala Dunia

Penembakan tersebut bahkan disiarkan langsung secara online dan telah dibagikan ribuan kali di Internet.

Pengadilan Banding Selandia Baru mengonfirmasi bahwa Tarrant telah mengajukan banding atas hukumannya dalam serangan yang terjadi pada 15 Maret 2019 itu.

Meski begitu, masih belum jelas apakah proses banding akan menghentikan sementara penyelidikan koroner atas peristiwa berdarah tersebut.

Baca Juga: Perahu Pengangkut Imigran Tenggelam di Yunani: 34 Orang Hilang, 22 Tewas

Koroner Brigitte Windley sebelumnya telah meluncurkan penyelidikan koronial atas serangan terkait, dengan tahap pertama sidang inkuiri dijadwalkan berlangsung dari 15 Mei 2023 hingga 9 Juni 2023 di pengadilan hukum Christchurch.

Seorang juru bicara dari Kementerian Kehakiman mengatakan bahwa koroner saat ini akan mempertimbangkan dampak banding Tarrant pada penyelidikan koronial.

Tarrant menjadi orang pertama di Selandia Baru di bawah undang-undang saat ini yang dijatuhi hukuman penjara seumur hidup tanpa kesempatan untuk bebas.

Baca Juga: Frustasi Dapat Nilai Jelek, Dua Murid AS Pukuli Guru Mereka Hingga Tewas

Pengadilan pertama-tama akan mempertimbangkan apakah banding dapat dilanjutkan karena diajukan di luar kerangka waktu yang diundangkan untuk melakukannya.

Alasan banding sendiri masih belum diketahui dan tanggal sidang belum ditetapkan. Pengacara Tarrant telah dimintai komentar namun hingga kini belum ada tanggapan.

Tarrant adalah seorang warga Australia yang pindah ke Selandia Baru pada tahun 2017 dengan tujuan untuk melakukan serangan supremasi kulit putih.

Baca Juga: Habis Berenang, Remaja di Las Vegas Tewas Karena Diserang Bakteri Pemakan Otak

Ia merencanakan penembakan massal selama berbulan-bulan, melakukan pengintaian di masjid-masjid, dan mendistribusikan manifesto yang mengekspresikan pandangan rasisnya sebelum melakukan penyerangan.

Ia kemudian menyiarkan langsung sebagian dari serangan itu di Facebook.

Tarrant awalnya akan membela diri atas tuduhan yang dihadapinya, namun akhirnya mengaku bersalah setahun setelah insiden penyerangannya.

Baca Juga: Ngeri! Seekor Anjing di Meksiko Terekam Kamera Tengah Gondol Kepala Manusia di Jalanan

 

Penyelidikan independen menghasilkan laporan setebal 800 halaman tentang aksi Tarrant pada Desember 2020, menyimpulkan bahwa plot teror itu tidak dapat dideteksi oleh badan-badan pemerintah Selandia Baru "kecuali secara kebetulan."

Laporan itu merinci bagaimana Tarrant diradikalisasi secara online dan secara legal mengumpulkan sejumlah senjata semi-otomatis sebelum penembakan terjadi.

Kejadian tersebut akhirnya mendorong reformasi besar-besaran pada undang-undang senjata Selandia Baru.

Penyelidikan koronial saat ini sedang berlangsung terhadap 51 kematian dengan penyelidikan publik yang akan dimulai pada bulan Mei mendatang.

Editor: Reni Nurari

Sumber: Sydney Morning Herald


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x