Malam Kelam di Kanjuruhan: Tragedi Berdarah di Dunia Olahraga Salah Siapa?

- 2 Oktober 2022, 11:52 WIB
Kericuhan pasca laga Arema vs Persebaya (02/10/22).
Kericuhan pasca laga Arema vs Persebaya (02/10/22). /H. Prabowo/AntaraFoto

PORTAL KALTENG – Duel antara Arema vs Persebaya pada hari Sabtu 1 Oktober 2022 malam di Stadion Kanjuruhan akan menjadi salah satu momen tak terlupakan dalam dunia olahraga, khususnya sepak bola Indonesia.

Kericuhan yang dimulai oleh beberapa supporter karena rasa kecewa berubah menjadi tragedi berdarah yang merenggut ratusan nyawa.

Media sosial sontak dipenuhi dengan ucapan duka cita, baik dari sesama supporter yang menjadi korban, klub dan ofisial, publik figur, hingga masyarakat biasa.

Baca juga: Ricuh Pasca Pertandingan Arema vs Persebaya, Lebih dari 60 Orang Meninggal Dunia

Baca juga: Korban Ricuh Arema vs Persebaya Bertambah Jadi 127 Orang, Kompetisi Liga 1 Dihentikan Sepekan

Mengutip laporan yang diambil dari jumpa pers di Kabupaten Malang pada hari Minggu 2 Oktober 2022, Kapolda Jawa Timur, Irjen Pol Nico Afinta, resmi mengonfirmasi adanya 127 korban meninggal dalam insiden terkait dengan dua di antaranya merupakan anggota polisi.

Sebanyak 34 orang meninggal dunia di Stadion Kanjuruhan, sementara sisanya meninggal dunia saat mendapatkan pertolongan di rumah sakit setempat. Jumlah korban yang menjalani perawatan sendiri masih ada 180 orang.

Dengan kemungkinan jumlah korban yang masih bisa bertambah, tragedi ini jelas menjadi tamparan keras bagi dunia sepak bola tanah air. Kita juga tak bisa mengesampingkan fakta bahwa beberapa korban masih balita dan anak-anak.

Insiden mengerikan ini telah masuk dalam daftar kecelakaan dan bencana di dunia olahraga dengan korban jiwa terbanyak, berada urutan ke-7 setelah insiden Stadio Arturo Collana di Naples, Italia, pada 6 November 1955 yang menelan 152 korban jiwa.

Melihat dari lingkup olahraga sendiri, tragedi Kanjuruhan menjadi tragedi terbesar kedua yang memakan korban jiwa dalam dunia sepak bola setelah insiden Estadio Nacional Disaster di Lima, Peru, pada 24 Mei 1964 dengan 328 korban jiwa.

Baca juga: Pasca Tragedi Stadion Kanjuruhan, Manajemen Arema FC: Sampaikan Duka dan Bentuk Crisis Center

Baik pihak Arema maupun Persebaya sendiri sudah memberikan ucapan bela sungkawa melalui unggahan di media sosial masing-masing, menyuratkan duka atas kepergian beberapa penggemar mereka.

Manajemen Arema FC juga turut memberikan tanggung jawab untuk penanganan korban baik yang telah meninggal dunia dan terluka, seperti diungkapkan oleh Ketua Panpel Arema FC, Abdul Haris.

Sebagai tindak lanjut, mereka juga akan membentuk Crisis Center atau Posko Informasi korban untuk menerima laporan dan penanganan korban yang dirawat di rumah sakit.

Pasca kerusuhan yang terjadi selepas laga Arema vs Persebaya tersebut, PT Liga Indonesia Baru (PT LIB) selaku operator Liga 1 juga telah menghentikan kompetisi Liga 1 2022-2023 selama satu pekan, seperti disampaikan oleh Direktur Utama PT LIB, Akhmad Hadian Lukita.

Keputusan terbaik telah diambil dan investigasi telah berjalan. Namun, masih ada beberapa hal yang mengganjal. Siapa yang patut disalahkan atas terjadinya tragedi berdarah ini?

Baca juga: Ricuh Pasca Dikalahkan Persebaya, Ribuan Suporter Arema FC Turun Ke Lapangan, Polisi: 127 Orang Meninggal

Jawabannya tentu bervariasi dan tak bisa dipungkiri menjadi sangat subjektif. Para supporter barangkali menyalahkan pihak polisi karena menembakkan gas air mata, hal yang dianggap sadis dan menyalahi regulasi.

Sebaliknya, pihak polisi bisa jadi menyalahkan para supporter karena dianggap anarkis dan berpotensi membuat situasi kondisi tak terkendali lagi.

Di sisi lain, ada juga yang menyalahkan pihak PSSI dan PT LIB selaku operator Liga 1. Beberapa orang menyuarakan soal penjadwalan yang buruk.

Laga antara Arema vs Persebaya adalah laga dua klub besar dengan tensi tinggi, namun dimainkan pada malam hari. Sebelumnya, panitia pelaksana sempat meminta perubahan jadwal namun ditolak.

Dengan bermacam pandangan tersebut, hal paling masuk akal yang bisa dilakukan adalah evaluasi bersama. Jika mencari siapa yang salah, tentu semua pihak terlibat, tentu semua pihak mengalami cacat.

Baca juga: Jadwal Acara SCTV Hari Ini, Minggu 2 Oktober 2022: Ada Karnaval SCTV, Cinta 2 Pilihan, Hingga Beragam FTV

Baca juga: Jadwal Acara Indosiar Hari Ini Minggu 2 Oktober 2022, Jangan Lewatkan Live BRI Liga 1: PERSIB VS PERSIJA

Belum ada sebulan yang lalu pada 15 September, kompetisi Liga 1 juga diwarnai ricuh pasca pertandingan Persebaya vs RANS Nusantara yang digelar di Stadion Gelora Delta Sidoarjo. Supporter yang diyakini adalah para Bonek melakukan invasi dan merusak fasilitas stadion.

Kericuhan tersebut juga memicu aparat untuk menembakkan gas air mata. Kerusakan yang terjadi antara lain pada pagar tribun, bench pemain, sound system, dan pintu halaman. Meski begitu, tak ada korban jiwa dalam insiden itu.

Indonesia memiliki reputasi sebagai salah satu negara dengan fans sepak bola terbesar dan memiliki antusias tinggi, namun juga terkenal karena kerusuhannya (hooliganism).

Sejak tahun 90an, sudah banyak kasus soal supporter yang ricuh hingga berujung aksi anarki yang bertaruh nyawa. Masalahnya, hal ini terus menerus terjadi seperti tak ditangani. Padahal, kita sudah berulang kali diperingatkan oleh FIFA.

Berita ini telah menjadi sorotan dunia internasional dengan dimuat di berbagai media besar seperti The New York Times, The Guardian, Fox Sports, Sky News, dll. Cukup memprihatinkan mengingat nama kita dikenal dunia justru dengan kekacauan yang memalukan.

Tragedi Kanjuruhan selayaknya menjadi pelajaran bagi para pecinta sepak bola Indonesia untuk berbenah. Dalam permainan selalu ada kemenangan dan kekalahan. Dewasalah dalam menyikapi segala hal, karena kemanusiaan ada di atas segalanya.

 

Editor: Reni Nurari

Sumber: PSSI


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah