Akibat Larangan Ekspor CPO, PBS di Lamandau Sampaikan Hanya Mampu Tampung Hasil Petani Hingga tanggal 25 Mei

18 Mei 2022, 14:37 WIB
Ilustrasi - Perkebunan Kelapa Sawit /Pixabay/sarangib

PORTALKALTENG - Larangan Ekspor CPO oleh Pemerintah sejak 28 April 2022 lalu, yang efektif pada 28 Mei berdampak keberbagai pihak bail petani dan pengusaha.

Pemerintah melarang ekspor untuk semua produk CPO, red palm oil (RPO), RBD palm olein, Pome, dan used cooking oil yang diklaim berdampak pada petani sawit dan Perusahaan Besar Swasta (PBS) di tanah air.

Begitu pula yang dialami petani kelapa sawit hingga PBS pengolah kelapa sawit di Kabupaten Lamandau Kalimantan Tengah yang menyampaikan hanya mampu menampung hasil petani hingga 25 Mei mendatang.

Baca Juga: Ferrero Hentikan Pembelian Minyak Sawit dari Sime Darby di Malaysia Usai Adanya Dugaan Praktek Kerja Paksa

Bupati Lamandau melakukan pemantauan harga TBS yang menjadi keluhan petani kelapa sawit di sejumlah daerah, termasuk di Kabupaten Lamandau yang diakibatkan Larangan Ekspor CPO (Crude Palm Oil) saat ini seperti yang dilansir Instagram @diskominfostandi_lamandau Kamis 17 Mei 2022.

Selain itu Bupati Lamandau Hendra Lesmana didampingi Kepala Distakan Lamandau, Tiryan Kuderon mengunjungi serta mengecek kepastian serapan TBS petani kelapa sawit di dua perusahaan pengolahan kelapa sawit di Kecamatan Bulik pada Selasa 17 Mei 2022.

"Dari dua pabrik pengolahan kelapa sawit yang kita kunjungi ini, kita menggali informasi terkait kapasitas daya olah dan daya tampung pabrik mereka, dan menurut pimpinan perusahaan mengatakan, jika pabrik yang pengolahannya merupakan 100 persen TBS dari petani diperkirakan mampu menampung buah kelapa sawit hingga dua minggu kedepan." jelasnya.

"Namun pabrik yang menampung hasil kebun plasma dan swadaya diperkirakan hanya dapat bertahan hingga tanggal 25 Mei ini," kata Bupati Lamandau.

Baca Juga: Indonesia Produsen Minyak Kelapa Sawit Terbesar, Pemerintah Luncurkan Program Guna Menjaga Ketersediaan Migor?

Bupati menyampaikan informasi yang diperoleh dari kunjungan tersebut akan ditindaklanjuti dengan menyampaikan ke Kementerian Pertanian Direktorat Jenderal Perkebunan untuk mendapatkan solusi terbaik bagi petani.

"Fokus kita sekarang adalah terkait kepastian daya serap TBS petani, karena apabila daya tampung pabrik menipis dan daya olah terbatas ditambah situasi larangan ekspor saat ini, maka akan berdampak dengan sulitnya penyerapan TBS petani kita," ungkapnya.

Sebelumnya harga minyak goreng (migor) sempat melonjak tinggi di tanah air sehingga pemerintah menetapkan Harga Eceran Tertinggi (HET) yang malah menyebabkan migor hilang dipasaran.

Selanjutnya pemerintah mencabut HET dan migor kembali muncul dengan harga tinggi, saat ini kembali pemerintah menutup keran ekspor CPO yang di klaim sebabkan petani sawit rugi.

Baca Juga: BLT Minyak Goreng Rp 300 Ribu Cair April 2022 Ini! Simak Jadwal Pencairannya

Saat ini para pengusaha dan petani sawit masih menunggu apakah langkah selanjutnya dari pemerintah untuk mengatasi masalah ini.***

Editor: Patriano Jaya Maleh

Sumber: Instagram @diskominfostandi_lamandau

Tags

Terkini

Terpopuler